Kisah Pilu Ibu Sri Pengamen Lagu Sambalado Dari Jalanan Hingga Terkenal
Kemarin
tanggal 11/01/2016 Waktu sore menjelang magrib tak sengaja melihat acara HITAM
PUTIH di Trans 7 Yang di Host oleh DEDY CORBUZIER. Sebenarnya gak ada niatan
untuk menonton acara tersebut. Karena terpancing dengan keunikan dari
ibu sri sang pengamen sambalado ayu ting-ting ini akhirnya saya tertarik
mengikuti acaranya. Namun yang membuat saya terkesan adalah kisah hidupnya yang
mengharukan.
Bu
sri adalah sekian dari jumlah anak indonesia yang mengalami ekploitasi dan
kekerasan baik sacara fisik maupun psikis. Bagaimana tidak sejak kecil ketika berumur
7 tahun bu sri sudah di suruh untuk ngamen tepatnya di terminal Arjosari
Malang. Ayah yang seharusnya menjadi pengayom bagi anak-anaknya malah berbalik
menjadi monster yang menakutkan bagi ibu sri.
Di saat anak-anak seusianya
begitu giat-giatnya untuk belajar dan mengaji ibu sri harus bekerja demi
menuruti perintah ayahnya yang kejam itu. Kata ayahnya " Ngaji tidak
menghasilkan uang..." Setiap hari ibu sri di suruh untuk mengamen apabila
ibu sri tidak menuruti perintah ayahnya maka pukulan akan menjadi makanan
sehari-hari bagi dirinya. Bahkan dalam penuturanya tanganya pernah robek akibat
pukulan yang di berikan oleh ayah kandungya itu. Sungguh ironis memang namun
itulah realita hidup yang memang harus di jalani ibu sri.
Sebenarnya ibu sri memiliki seorang ibu, namun apa daya ketika ibunya membela beliau malah balik di pukul oleh ayahnya hingga telinganya berdarah. Sungguh parah banget lebih para dari cerita sinetron.
"Saat saya masih kecil, saya harus mengamen di terminal Arjosari, Malang. Saat anak-anak sudah waktunya mengaji dan bermain, saya harus tetap mengamen di terminal sampai malam, kaki saya sampai panas, makanpun dari bekas sisa orang", ucapnya terisak-isak. Saya ingin mengaji, tapi bapak saya melarang, katanya "untuk apa ngaji? tidak membuat kaya juga! lebih baik cari uang".
"Bapak saya ngawal saat saya ngamen. "Awas kalo kamu gak mau kerja, saya pukulin kamu". Dari kejauhan bapaknya melihat Ibu Sri kecil sambil mengancam dengan mengepalkan tangannya. "Saya ketakutan sekali" cerita ibu Sri sambil mengusap airmatanya. Saya penah berpikir kapan ini berakhir? pusing saya, kepala saya dipukuli terus. Mengamen itu kan tidak selalu mendapatkan uang banyak, kadang saya juga capek".
"Pernah waktu SMP, hari selasa saya harus mengamen dan harus dapat 60 ribu. Waktu itu adalah waktu krisis moneter zaman ketika pak suharto dan ibu tin masih ada anehnya kenapa saat saya mengamen pada saat itu semuanya dadah-dadah (tidak memberi)? rasanya saya ingin bunuh diri, tp saya tidak tahu bagaimana caranya?" cerita bu sri sambil menangis terisak di acara hitam putih.
Kabur Dari Malang Hingga Nyasar Ke Bandung
Karena saking takutnya tidak mendapatkan uang yang harus ia
setorkan ke ayahnya ibu sripun kabur dari kampungnya menaiki kereta dari malang
dan tidak tahu ternyata sampai di bandung. Sesampainya di bandung ibu sri
sambil mengamen namun seperti orang hilang yang tidak tahu arah dan tujuan.
Bertemu Jodoh Dengan Seorang Tuna Netra
Saat ibu sri bertemu dengan seoran tuna netra yang baik hati.
Ibu sri di kasih makan, baju dan tempat untuk beristirahat.
"Di situlah saya bertemu Aa (bahasa Sunda, panggilan untuk suaminya). Saya gak tentu arah, akhirnya saya ngamen di Majalaya, di sana ketemu Aa. Saya ditolong, diberi makan, diberi baju, pokoknya kalau tidak ada bapak saya tidak tahu sekarang jadi apa?".
Karena untuk membalas kebaikan bapak tuna netra tersebut ibu sri memilihnya menjadi pendamping hidupnya. Ketika menikah tentunya membutuhkan wali, ibu sri pun meminta orang tuanya kembali untuk menjadi wali dalam pernikahanya. Lagi-lagi ayahnya berulah tidak setuju dengan pernikahanya karena suaminya adalah tuna netra. Dalam islam alasan seperti itu adalah alasan yang tertolak kecuali jika beda agama boleh saja ayahnya menolak. Akhirnya ibu sri menikah dengan wali hakim. Wali hakim adalah wali yang menggantikan wali nikah ketika tidak ada lagi wali nikah.
Meskipun menikah dengan tuna netra dan hidup pas-pasan ibu sri merasa sangat beruntung karena suaminya penuh dengan kasih sayang baik kepada dirinya maupun anak-anaknya.
Suaminya meminta supaya Ibu Sri tidak menyimpan dendam pada orang tuanya khususnya pada bapaknya. "Karena bagaimana pun dia adalah bapak kandung. Ibaratnya tidak akan ada saya kalau tidak ada bapak saya.." Tutur ibu sri. Ibu Sri bersyukur karena merasa hidupnya sudah bahagia bersama suami dan anak-anaknya
Ibu sri hanya berharap semoga apa yang ia alami tidak terjadi lagi kepada anak cucunya kelak, cukup beliau saja yang mengalami.
Kesimpulan :
- Menjadi orang tua harusnya mampu menjadi orang tua yang
baik serta mampu memberikan rasa aman dan kasih sayang kepada anak-anaknya
- Sejelek apapun orang tua beliau adalah orang tua sendiri.
sehingga tidak boleh menyimpan dendam
- Ibu sri adalah orang yang baik tentunya Allah akan menolong
hambanya yang baik, seperti saat ibu sri di bandung di tolong oleh seorang tuna
netra yang baik hati dan sekaligus menjadi suami beliau
- Allah tidak pernah diam, Alhamdulillah ibu sri hidupnya
bahagia dengan empat orang anak. Tentunya di undang di hitam putih menjadi
terkenal.
- Ketabahan dan kesabaran terhadap ujian akan menuai buah
manis di akhir cerita hidup sebagai mana cerita para orang-orang saleh.
Demikian sedikit cerita tentang perjuangan Ibu Sri Pengamen "Sambalado" Hingga Menjadi Terkenal. Semoga bisa menjadi bahan renungan bagi kita semua.